Tidak Boleh Mendengki Kecuali terhadap Dua Hal

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepadaku Isma’il bin Abu Khalid -dengan lafazh hadits yang lain dari yang dia ceritakan kepada kami dari Az Zuhri- berkata; aku mendengar Qais bin Abu Hazim berkata; aku mendengar Abdullah bin Mas’ud berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain”.

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepadaku Isma’il bin Abu Khalid -dengan lafazh hadits yang lain dari yang dia ceritakan kepada kami dari Az Zuhri- berkata; aku mendengar Qais bin Abu Hazim berkata; aku mendengar Abdullah bin Mas’ud berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain”.

Sahih al-Bukhari 73

sumber : quran.com

Kita Bisa Lebih Pintar dari Einstein

Alhamdulillah beberapa minggu ini saya diberi kesempatan Allah SWT mempelajari kedahsyatan salah satu anggota tubuh saya, yaitu OTAK.
Allahu Akbar, Allah Maha Besar, kata itu yang bisa saya ucapkan sebagai wujud kekaguman saya terhadap kedahsyatan OTAK.
Dan, saya semakin merasa kurang bersyukur dengan anugerah paling dahsyat (yaitu otak) yang Allah berikan kepada saya. Mengapa? Karena selama ini saya tidak mempergunakan, merawat dan melatih otak saya dengan baik (baca: maksimal). Sehingga saya menjadi orang “bodoh”.
Ya saya “bodoh” karena tidak tahu kedahsyatan otak saya dan tidak mempergunakan kedahsyatan otak saya dengan maksimal.

Sebelum saya lanjutakan lebih jauh mengenai otak, tahukah anda berapa jumlah sel otak (neuron) manusia?
Lalu berapa jumlah sel otak lebah?
Coba bandingkan jumlah sel otak manusia dengan sel otak lebah.

Jumlah sel otak lebah “hanya” sekitar 960.000.
Dengan jumlah kurang dari satu juta sel otak, lebah mempunyai banyak kemampuan, seperti:

mampu terbang, membuat sarang dengan arsitektur yang kuat dan indah, menentukan lokasi (gps), tidak takut berantem, mengenali teman atau lawan, mengenali bunga dengan sari pati yang bagus, menghasilkan madu dan beberapa hal lain.

Bandingkan dengan jumlah sel otak manusia. Manusia mempunyai satu trilyun (1.000.000.000.000) sel otak, angka satu dengan diikuti 12 angka nol. Jumlah sel otak manusia lebih dari satu juta kali lipat dari jumlah sel otak lebah,
Akan tetapi pada kenyataannya seringkali kemampuan kita kalah dengan lebah.

Dan tahukah anda berapa persen manusia paling cerdas di bumi ini (Einstein) menggunakan kemampuan otak nya?
Konon kabarnya, Einstein hanya memakai sekian persen (tidak lebih dari 20%) dari total kemampuan otaknya.
Manusia secerdas einsetein hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuan otaknya dan hasilnya sudah luar biasa.
Bayangkan jika beliau memakai seluruh kemampuan otaknya, tak terbayangkan betapa lebih dahsyat karya-karya yang akan dihasilkannya.

Dan ternyata otak kita dan otak Einstein tidak jauh berbeda, sama-sama mempunyai jumlah neuron sekitar 1 trilyun.
Yang menjadi pembeda adalah cara Einstein merawat dan menggunakan kedahsyatan otaknya..
Jika kita merawat otak kita seperti Einstein atau melebihi cara Einstein merawat otaknya, insya allah kemampuan kita akan melebihi kemampuan Einstein dalam berkarya. Insya Allah hal diatas bukanlah sesuatu yang mustahil.

Bagaimana Einstein merawat dan menggunakan otaknya? He..he…he…he… Jujur saya blom tahu, tetapi Insya Allah saya segera tahu dengan membaca biografi Einstein dan orang-orang jenius lainnya. Minimal saya sudah tahu bahwa jumlah sel otak saya tidak jauh berbeda (hampir sama) dengan einstein dan saya siap merawat dan mempergunakan otak saya semaksimal mungkin.

bocoran otak: silahkan baca buku tony buzan mengenai otak serta cara merawatnya,  dan temukan kedahsyatan serta keajaiban otak di tulisan beliau.

#now4tomorrow
Salam Penulis Sukses Mulia

Aql alias Akal

Apakah yang dimaksud dengan akal? Dan dimanakah letak akal itu?

Orang sering mengatakan kata “akal” tetapi hanya sedikit yang mengetahui jawaban dari pertanyaan diatas.

Kata “akal” berasal dari bahasa arab “aql”. Akal (Aql) bila diterjemahkan kedalam bahasa indonesia berarti mengikat atau tali yang mengikat. Letak akal di qalbu (jantung). Pertanyaan berikutnya adalah, Apa yang diikat dan “siapa” yang mengikat ? Yang diikat adalah otak, dan Qalbu lah “pelaku” pengikatan otak.

Lalu apa landasan hukum / referensi tentang akal? Landasan hukum atau referensi saya adalah Quran surat 22 ayat 46, yang artinya :

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai jantung/qalbu yang dengan itu mereka dapat memahami (ya’ qiluna/berakal) atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah jantung yang di dalam dada” (QS 22:46)

Pasti ada yang berkomentar : “Ngawur masak letak akal di jantung!!!”

Saya akan jelaskan dengan perumpamaan yang sederhana.

Pernahkah anda luka kemudian dibius, atau melihat orang luka dikakinya kemudian sang dokter menyuntikan obat bius di dekat kaki yang luka tadi (bius lokal, bius dilakukan disekitar luka saja).

Obat bius melemahkan kemampuan saraf sensorik (saraf yang menyebabkan rasa sakit atau nyeri pada luka), sehingga rasa sakit disekitar luka menjadi tidak terasa, itu berarti saraf sensorik di kaki yang dibius telah kehilangan kemampuannya melaporkan rasa nyeri ke otak.

Tetapi jika kaki sebelahnya yang tidak dibius dicubit masih terasa sakit, itu berarti bius bekerja lokal hanya dikaki yang disuntik. Jika ditanya sebenarnya yang dibius otak atau kaki, maka dengan tegas anda akan menjawab “ya kakilah”, loh kok bisa gitu, kok bisa otak tidak merasakan nyeri. Khan otak gak ikut dibius, kenapa otak tidak dapat merasakan nyeri.

Otak tidak dapat merasakan nyeri di kaki yang dibius karena saraf sensorik tidak “mampu” melaporkan informasi rasa sakitnya kepada otak. Jadi jelas yang di bius adalah kaki dan otak kehilangan informasi nyeri. Otak tidak pernah terbius, otak kehilangan informasi nyeri di kaki karena kemampuan saraf sensorik di kaki yang terbius melemah (tidak mampu melaporkan rasa nyeri). Disaat kaki terbius saraf motorikpun ikut terbius sehingga kakipun sulit digerakan, sulit dikontrol.

Jadi saat saraf sensorik terbius maka otak kehilangan (tidak mendapat) informasi mengenai saraf sensorik.

Contoh lain adalah :

Ketika seseorang meminum minuman beralkohol sebenarnya dia sedang meminum obat bius, karena alkohol itu memiliki efek yang mirip dengan obat bius, alkohol itu akan memasuki pencernaan dan menyebar ke bagian-bagian tubuh, terutama jantung. Alkohol akan membius jantung, seperti obat bius yang disuntikan di kaki, kemampuan saraf sensorik jantung melemah sehingga otak kehilangan informasi sensorik dari jantung. Disaat kemampuan saraf sensorik jantung melemah dan otak kehilangan informasi sensorik jantung maka orang tersebut telah kehilangan akalnya, karena jantung merupakan pusat hormon yang mengatur kinerja otak. Karena kehilangan informasi hormonal dari jantung, otak bekerja tanpa kontrol (kehilangan akal).

Jadi akal terletak di jantung, disaat jantung terbius maka kemampuan kontrol jantung ke otak melemah hingga otak kehilangan kontrol (kehilangan akal).

Wallahu a’lam bish-shawabi

#now4tomorrow

Salam Penulis Sukses Mulia

Pilihan Takdir Saya Menjadi Penulis Sukses Mulia

TAKDIR, satu kata yang mempunyai multi tafsir bagi siapa saja. Kata ini sangat penting untuk dipahami karena PEMAHAMAN yang SALAH mengakibatkan keRUGIan yang sangat dahsyat bagi hidup kita di DUNIA dan AKHIRAT.

Apakah takdir saya untuk menulis tulisan dibawah?

Apakah definisi takdir? Berikut definis takdir :

  • 1. >> Segala aturan , hukum alam yang ada di alam semesta ini  yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

“… Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (ghaib, berarti tidak diketahui). Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah takdir/ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. dan telah Kami tetapkan kadar/ukuran bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya…..” (QS 36 : 36 –40)

 “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menakdirkan/menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS 25:2)

  • 2. >> Setiap ciptaan Allah telah ditetapkan sifat-sifat yang terkandung didalamnya. Khusus bagi jin dan manusia disebut FITRAH. Hanya jin dan manusia yang diberi takdir memilih  dan dibebani tanggung jawab (taklif).

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS 30:30)

“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS 91:7-8)

“dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).” (QS 53: 31)

  • 3. >> Takdir adalah segala hukum atau aturan yang telah Allah tetapkan dalam alam semesta ini, ketentuan atau sifat yang melekat (terkandung) dalam setiap benda yang telah ditentukan oleh Allah yang bersifat sebab akibat sesuai dengan kadarnya. khusus pada jin dan manusia Allah memberi FITRAH dan PILIHAN TAKDIR yang disertai tanggung jawab.

TAKDIR YANG TIDAK BISA DIPILIH

Perlu diketahui bahwa ada takdir yang tidak bisa dipilih antara lain :

  1. Siapa Ibu yang melahirkanmu, kapan dan dimana kamu dilahirkan.
  2. Apa jenis kelaminmu.
  3. Genetik fisik tubuhmu, ada cacat atau tidak.

Atas takdir yang tidak bisa dipilih maka tidak ada tanggung jawab kita, dan Allah memberi  kompensasi atas cacat atau kekurangan sempurnaan diri seseorang, jika seseorang cacat  ridha dan sabar dengan keadaannya dan percaya kepada Allah, maka Allah menjanjikan syurga sebagai ganti kekurangannya.

Kompensasi atas cacat fisik seseorang :

Dari ‘Atha’ bin Abu Rabah, katanya: “Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan padaku: “Apakah engkau suka saya tunjukkan seorang wanita yang tergolong ahli syurga?” Saya berkata: “Baiklah.” Ia berkata lagi: “Wanita hitam itu pernah datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: “Sesungguhnya saya ini terserang oleh penyakit ayan dan oleh sebab itu lalu saya membuka aurat tubuhku. Oleh kerananya haraplah Tuan mendoakan untuk saya kepada Allah – agar saya sembuh.” Beliau s.a.w. bersabda: “Jikalau engkau suka hendaklah bersabar saja dan untukmu adalah syurga, tetapi jikalau engkau suka maka saya akan mendoakan untukmu kepada Allah Ta’ala agar penyakitmu itu disembuhkan olehNya.” Wanita itu lalu berkata: “Saya bersabar,” lalu katanya pula: “Sesungguhnya kerana penyakit itu, saya membuka aurat tubuh saya. Kalau begitu sudilah Tuan mendoakan saja untuk saya kepada Allah agar saya tidak sampai membuka aurat tubuh itu.” Nabi s.a.w. lalu mendoakan untuknya – sebagaimana yang dikehendakinya itu.” (Muttafaq ‘alaih)

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Al Laits dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibnu Al Hadi dari ‘Amru bekas budak Al Mutthalib, dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu dia berkata; saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah berfirman; Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan penyakit pada kedua matanya, kemudian ia mampu bersabar, maka Aku akan menggantinya dengan surga. maksud (habibataihi) adalah kedua matanya. Hadits ini juga diperkuat oleh riwayat Asy’ats bin Jabir dan Abu Dzilal bin Hilal dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jadi bagi siapapun yang meiliki kekurangan fisik dan ia ridha dan bersabar karena Allah, insya Allah mereka menjadi penghuni syurga dan itu sebaik-baik balasan.

MEMILIH TAKDIR

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Abdul Hamid bin Abdurrahman bin Zaid bin Al Khatthab dari Abdullah bin Abdullah bin Al Harits bin Naufal dari Abdullah bin Abbas bahwa Umar bin Khatthab pernah bepergian menuju Syam, ketika ia sampai di daerah Sargha, dia bertemu dengan panglima pasukan yaitu Abu ‘Ubaidah bersama sahabat-sahabatnya, mereka mengabarkan bahwa negeri Syam sedang terserang wabah. Ibnu Abbas berkata; Lalu Umar bin Khattab berkata; ‘Panggilkan untukku orang-orang muhajirin yang pertama kali (hijrah), ‘ kemudian mereka dipanggil, lalu dia bermusyawarah dengan mereka dan memberitahukan bahwa negeri Syam sedang terserang wabah, merekapun berselisih pendapat. Sebagian dari mereka berkata; ‘Engkau telah keluar untuk suatu keperluan, kami berpendapat bahwa engkau tidak perlu menarik diri.’ Sebagian lain berkata; ‘Engkau bersama sebagian manusia dan beberapa sahabat Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam. Kami berpendapat agar engkau tidak menghadapkan mereka dengan wabah ini, ‘ Umar berkata; ‘Keluarlah kalian, ‘ dia berkata; ‘Panggilkan untukku orang-orang Anshar’. Lalu mereka pun dipanggil, setelah itu dia bermusyawarah dengan mereka, sedangkan mereka sama seperti halnya orang-orang Muhajirin dan berbeda pendapat seperti halnya mereka berbeda pendapat. Umar berkata; ‘keluarlah kalian, ‘ dia berkata; ‘Panggilkan untukku siapa saja di sini yang dulu menjadi tokoh Quraisy dan telah berhijrah ketika Fathul Makkah.’ Mereka pun dipanggil dan tidak ada yang berselisih dari mereka kecuali dua orang. Mereka berkata; ‘Kami berpendapat agar engkau kembali membawa orang-orang dan tidak menghadapkan mereka kepada wabah ini.’ Umar menyeru kepada manusia; ‘Sesungguhnya aku akan bangun pagi di atas pelana (maksudnya hendak berangkat pulang di pagi hari), bangunlah kalian pagi hari, ‘ Abu Ubaidah bin Jarrah bertanya; ‘Apakah engkau akan lari dari takdir Allah? ‘ maka Umar menjawab; ‘Kalau saja yang berkata bukan kamu, wahai Abu ‘Ubaidah! Ya, kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, jika kamu memiliki unta kemudian tiba di suatu lembah yang mempunyai dua daerah, yang satu subur dan yang lainnya kering, tahukah kamu jika kamu membawanya ke tempat yang subur, niscaya kamu telah membawanya dengan takdir Allah. Apabila kamu membawanya ke tempat yang kering, maka kamu membawanya dengan takdir Allah juga.’ Ibnu Abbas berkata; Kemudian datanglah Abdurrahman bin ‘Auf, dia tidak ikut hadir (dalam musyawarah) karena ada keperluan. Dia berkata; Saya memiliki kabar tentang ini dari Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: Jika kalian mendengar suatu negeri terjangkit wabah, maka janganlah kalian menuju ke sana, namun jika dia menjangkiti suatu negeri dan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya. Ibnu ‘Abbas berkata; Lalu Umar memuji Allah kemudian pergi.

 

Dari penjelasan diatas kita sebagai manusia bisa memilih TAKDIR. Allah menakdirkan (takdir sebagai aturan/ketetapan)  orang beriman adalah : Orang yang percaya kepada Allah, kitab, malaikat, rasul dan beramal shaleh, maka siapapun yang memenuhi kriteria tersebut adalah termasuk orang yang beriman, itu takdir (ketetapan) Allah.   Dan orang yang kafir ialah : orang yang tidak percaya kepada Allah, kitab, malaikat, rasul dan mendustakan pahala akherat, maka siapapun yang memenuhi kriteria tersebut adalah termasuk orang yang kafir, jadi Allah manakdirkan dia sebagai orang kafir. Kita bisa memilih (takdir) menjadi orang beriman atau orang kafir, dengan memenuhi kriteria masing-masing.

Dan pemahaman yang salah terhadap TAKDIR  akan mengakibatkan kerugian dunia akhirat.

Kok bisa begitu?

Tentu saja bisa, ketika kita salah mengartikan apa itu takdir maka salah pula langkah hidup kita, pilihan hidup kita.

Contoh: Orang seringkali menyalahkan takdir ketika dia dalam keadaan miskin. Dia menyalahkan takdir, dengan mengatakan bahwa dia di takdirkan menjadi miskin. Atau ketika melihat orang sangat kaya, dia mengatakan bahwa orang itu ditakdirkan menjadi orang kaya.

Akhirnya dia PESIMIS dan TIDAK  MELAKUKAN USAHA yang MAKSIMAL.

Padahal KAYA dan MISKIN BUKANlah TAKDIR yang MUTLAK.

Terkait orang MISKIN, mungkin dia akan mengatakan bahwa dia sudah kerja setengah  mati tapi dia masih miskin, maka dia mengatakan  bahwa dia ditakdirkan menjadi orang miskin. Padahal apa yang dibilang maksimal bagi dia mungkin saja biasa-biasa saja bagi orang lain, atau bahkan kurang  bagus.  Artinya bisa jadi dia bekerja di tempat yang salah atau cara dia bekerja kurang benar (kurang ilmu sehingga kerjaannya dianggap biasa-biasa saja, tidak optimal).  Atau mungkin saja salah memilih waktu bekerja,  berdagang  di waktu yang salah,  misalkan berjualan es krim di saat hujan adalah pilihan waktu yang tidak tepat.  Insya Allah berkaitan dengan kemiskinan akan saya ulas di tulisan saya tentang MENTAL.

Kembali ke bahasan TAKDIR, maka:

KAYA, MISKIN, SUKSES, GAGAL itu AKIBAT PILIHAN TAKDIR.

KAYA, MISKIN, SUKSES, GAGAL itu NASIB dari PILIHAN TAKDIR KITA

KITA BISA MEMILIH TAKDIR seperti contoh sahabat Umar Bin Khatab r.a, “Bagaimana pendapatmu, jika kamu memiliki unta kemudian tiba di suatu lembah yang mempunyai dua daerah, yang satu subur dan yang lainnya kering, tahukah kamu jika kamu membawanya ke tempat yang subur, niscaya kamu telah membawanya dengan takdir Allah. Apabila kamu membawanya ke tempat yang kering, maka kamu membawanya dengan takdir Allah juga.”

Jika kita memilih takdir berternak unta di padang yang kering maka, ternak kita sangat mungkin kurus dan kurang sehat, tetapi jika kita memilih takdir berternak unta di padang yang subur maka, ternak kita sangat mungkin gemuk dan sehat.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah NASIB suatu kaum sampai mereka mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).

Dari ayat diatas jelas sekali bahwa perubahan nasib kita ada di NIAT dan USAHA (actiON) memilih Takdir kita. Kita MAMPU MENGUBAH keadaan kita dengan memilih TAKDIR, dengan Usaha (actiON) kemudian Allah kabulkan USAHA tersebut sehingga membuahkan hasil yang kita rasakan sebagai NASIB kita. Intinya lakukan perubahan (memilih takdir) pada diri kita Insya Allah berubah pula NASIB kita.

Saya tidak bisa menulis, saya memilih takdir sebagai penulis, saya rubah diri saya untuk bisa menulis, saya cari ilmu untuk menulis, saya lakukan aktifitas menulis kemudian Allah Ubah NASIB saya hingga saya menjadi penulis.

Saya ingin menjadi PENULIS yang SUKSES MULIA, maka saya niatkan dengan kuat dan saya usahakan (actiON) dengan dahsyat aktifitas menulis yang bisa SUKSES MULIA.

Dan Insya Allah, PENULIS yang SUKSES MULIA akan menjadi nasib saya. Saya ber AZZAM (niatan yang sangat kuat) dan usaha (actiON) yang dahsyat untuk menjadi PENULIS yang SUKSES MULIA.

Jadi NASIB terkait dengan pilihan Takdir hidup kita, dengan NIAT yang sangat kuat kita dan usaha (actiON) yang dahsyat, Insya Allah bisa merubah nasib kita meraih apa yang kita IMPIKAN (visiON).

Tentu saja semua itu HARUS disemai dengan iringan DOA kepada ALLAH SWT, pasti Allah  mempermudah jalan mencapai impian kita. Insya Allah NASIB kita menjadi kian SEMPURNA.

Rubah pemahaman yang salah tentang TAKDIR sekarang juga, agar hidup kita berubah.

PILIH TAKDIRMU maka NASIBMU akan BERUBAH, agar menjadi orang yang SUKSES MULIA.

Laksanakan DUIT (DOA USAHA IKHTIAR TAWAKAL) Insya Allah NASIB kita berubah menjadi seorang yang SUKSES MULIA.

Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya, “Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)

Wallahu A’lam bish showab

#now4tomorrow

Salam Sukses Mulia